Tim penangkap empat koruptor

IDwebhost.com Trend Hosting Indonesia ~> Tim penangkap empat koruptor yang akan dibentuk oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar didominasi intelijen.Tim akan bekerja secara rahasia untuk memudahkan penangkapan para terpidana.

Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sulselbar Dedy Siswadi mengaku, pihaknya harus berhasil mengeksekusi terpidana dalam misi pengejaran kali ini.“Kita tidak boleh gagal lagi,makanya tim yang akan dibentuk didominasi oleh intelijen,” kata Dedy di Makassar, kemarin. Dedy menegaskan, tim yang dibentuk adalah gabungan jaksa Kejati Sulselbar dan Kejari Makassar. Saat ini,Kejati telah melakukan rekruitmen terhadap anggota tim pemburu koruptor.“Kita sedang rekruitmen tim, jumlah anggota sepuluh orang,” ungkapnya. Tidak ingin gagal seperti penangkapan tahun lalu, Dedy mengaku telah menyiapkan strategi khusus untuk menangkap para koruptor.

“ Sebelum bergerak,kita harus memastikan keberadaan empat koruptor itu,jangan sampai terulang penangkapan seperti beberapa waktu yang lalu,”tegasnya. Empat terpidana yang dimaksud yakni,mantan Kepala Balai Karantina Hewan Makassar yang kini menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangli,Provinsi Bali I Wayan Sutapa. Dia saat ini berdomisili di Bangli. Sedangkan tiga lainnya, yakni mantan Kepala Divre VII PT Telkom Makassar Koesprawoto, mantan Ketua Koperasi Siporennu PT Telkom Makassar Heru Suyanto, dan mantan Deputi Kadivre VII PT Telkom Makassar Sarwono.Ketiga terpidana ini diduga menetap di Bandung.

Pengadilan Negeri (PN) Makassar telah memvonis I Wayan Sutapa dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan,dan diminta membayar uang pengganti sebesar Rp193 juta. Putusan itupun telah dikuatkan oleh putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan MA,Wayan terbukti bekerjasama dengan Haji Nusu, Haji Leteng, dan Haji Suki bin Nappa. Mereka adalah warga pemilik lahan seluas 7 hektare (ha) di Jalan Perintis Kemerdekaan KM 12, Makassar. Lahan itu dibeli PT Berdikari Sari Utama Flour Mills sebesar Rp426 juta pada 20 Agustus 1996. Lahan tersebut dibeli untuk keperluan ruislag atau penukar antara tanah milik Departemen Pertanian RI dengan PT Berdikari.

Wayan selaku anggota Tim Penaksir Aset yang dibentuk dalam pembelian lahan meminta ketiga warga tersebut menjual lahannya kepada PT Berdikari seharga Rp55.000 per meter persegi.Padahal tanpa sepengetahuan tim penaksir lainnya,Wayan terlebih dahulu bersepakat dengan ketiga warga itu untuk menjual lahannya dengan harga Rp30.000 per meter persegi. Setelah hasil penjualan diterima ketiga warga itu,Wayan kemudian mengambil uang sebesar Rp193 juta. Sisanya sekitar Rp232 juta diberikan kepada Nusu, Leteng, dan Suki. Sedangkan tiga terpidana korupsi Telkom itu divonis enam tahun penjara,denda Rp500 juta,serta membayar uang pengganti sebesar Rp30,5 miliar.

Terpidana melakukan rekayasa percakapan suara dengan teknologi voice over internet protocol (VoIP) ke jaringan tetap milik PT Telkom, dan gateway milik GCS Communication. Melalui cara ini, PT Telkom menggunakan fasilitas berupa E1 yang disambungkan ke sentra lokal Telkom.Akibat sistem yang digunakan ini, negara dirugikan sebesar Rp44,9 miliar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel